Politik dan Timnas Skuad Garuda Indonesia

Written By Unknown on Rabu, 29 Desember 2010 | 00.16

Beginikah Politik... Untuk mengangkat nama dimata publik sering kali memamfaatkan sebuah ketenaran untuk golongan tertentu. Politik slalu ada dalam segi kehidupan... Berbagai cara dilakukan untuk mengangkat namanya dimata publik dengan memanfaatkan ketenaran seseorang.. Dikalangan selebritis tentunya beberapa waktu silam... Skenario tlah dimainkan memamfaatkan ketenaran seorang kiyai sejuta umat untuk mengangkat namanya dimata publik yang hampir karam digelombang arus zaman...

Dan kali ini semarak timnas geruda untuk piala AFF tlah menjadi sorotan seluruh media dan jadi perbincangan hangat dikalangan generasi muda, anak2 bahkan orang tua.. Justru ini jadi kesempatan para politisi tertentu untuk ikut ambil andil dalam moment tersebut...

Berikut Coretan Indah dari E.S ITO Untuk Timnas garuda Indonesia yang didalamnya mengandung unsur politik...

"Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan
usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana
tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki
jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta
beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita
disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda
yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti
mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita
tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik
uang membunuh nurani mereka. Orang tua,
pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi
yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang
mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita
berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi
seperti mereka?
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak
pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita
hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita
tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita
hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi
kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah
kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita
hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi
langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka
yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam
keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau
mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli
dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-
umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci
muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan
kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.
Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin
tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre
tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang
bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan
rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna
solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang
tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan,
menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa
masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan,
membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah
buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi,
semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu
hendak digunakan untuk mencuci dosa politik.
Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming
bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau
tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau
akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup
bermain dengan gembira.
Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola
Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada
urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol
hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola
tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab
harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di
lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir
lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa,
kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan
dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto,
Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-
kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha
seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan
yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus,
gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan
tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian
lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa
yang miskin teladan.
Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini
hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada
seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak
mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa
seorang tukang becak sama bahagianya dengan
tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak
butuh piala, bermainlah dengan gembira
sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir,
menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada
seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan
menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber
pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya
seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan
menjadikan kalian teladan!"

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda :