Pelalawan Sedari Dulu

Written By Unknown on Kamis, 06 Januari 2011 | 12.00

Wilayah kerajaan Pelalawan yang sekarang menjadi
Kabupaten Pelalawan, berawal dari Kerajaan
Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar
tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar
Kerajaan Temasik (Singapura) yang mendirikan
kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan oleh Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja
Temasik terakhir yang bernama Permaisura
(Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah
Semenanjung, dan mendirikan kerajaan Melaka. Maharaja Indera (1380-1420 M) membangun kerajaan
Pekantua di Sungai Pekantua (anak sungai Kampar,
sekarang termasuk Desa Tolam, Kecamatan
Pelalawan, Kabupaten Pelalawan) pada tempat
bernama “Pematang Tuo” dan kerajaannya dinamakan “Pekantua ”. Selain itu Maharaja Indera membangun candi yang bernama “Candi Hyang ” di Bukit Tuo (lazim juga disebut Bukit Hyang), namun
sekarang lebih dikenal dengan sebutan “Pematang Buluh” atau Pematang Lubuk Emas, sebagai tanda syukurnya dapat mendirikan kerajaan Pekantua.
Raja-raja Pekantua yang pernah memerintah setelah
Maharaja Indera adalah Maharaja Pura (1420-1445 M),
Maharaja Laka (1445-1460 M), Maharaja Sysya
(1460-1460 M). Maharaja Jaya (1480-1505 M).
Pekantua semakin berkembang, dan mulai dikenal sebagai bandar yang banyak menghasilkan barang-
barang perdagangan masa lalu, terutama hasil
hutannya. Berita ini sampai pula ke Melaka yang
sudah berkembang menjadi bandar penting di
perairan Selat Melaka serta menguasai wilayah yang
cukup luas, oleh karena itu Melaka bermaksud menguasai Pekantua, sekaligus mengokohkan
kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera. Maka pada
masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477
M), dipimpin oleh Sri Nara Diraja, Melaka menyerang
Pekantua, dan Pekantua dapat dikalahkan.
Selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua.
Pada upacara penabalan Munawar Syah menjadi raja
Pekantua, diumumkan bahwa Kerajaan Pekantua
berubah nama menjadi “Kerajaan Pekantua Kampar ” dan sejak itu kerajaan Pekantua Kampar sepenuhnya berada dalam naungan Melaka. Pada
masa inilah Islam mulai berkembang di Kerajaan
Pekantua Kampar. Setelah Munawar Syah mangkat, diangkatlah
puteranya Raja Abdullah, menjadi Raja Pekantua
Kampar (1511-1515 M). Di Melaka, Sultan Mansyur
Syah mangkat, digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat
Syah I, kemudian mangkat dan digantikan oleh Sultan
Mahmud Syah I. Pada masalah inilah kerajaan Melaka diserang dan dikalahkan oleh Portugis (1511 M).
Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya ke Muar,
kemudian ke Bintan dan sekitar tahun 1526 M sampai
ke Pekantua Kampar. Raja Abdullah (1511-1515 M), raja Pekantua Kampar
yang masih keluarga dekat Sultan Mahmud Syah I,
yang turut membantu melawan Portugis akhirnya
tertangkap dan dibuang ke Gowa. Oleh karena itulah
ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di Pekantua
(1526 M) langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M) dan ketika beliau mangkat
diberi gelar “Marhum Kampar ”. Makamnya terletak di Pekantua Kampar dan sudah berkali-kali dipugar
oleh raja-raja Pelalawan. Pemugaran terakhir
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan,
Propinsi Riau dan pemerintah Negeri Melaka,
Malasysia). Sultan Mahmud Syah I setelah mangkat digantikan
oleh puteranya dari isterinya Tun Fatimah, yang
bernama Raja Ali, bergelar “Sultan Alauddin Riayat Syah II ”. Tak lama kemudian, beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung, mendirikan negeri
Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor.
Sebelum meninggalkan Pekanbatu, beliau menunjuk
dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551
M)), yang bernama Tun Perkasa dengan gelar “Raja Muda Tun Perkasa ”. Tun Hitam (1551-1575 M), Tun Megat (1575-1590 M). Ketika dipimpim oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu
Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar,
kerajaan Johor telah berkembang pesat. Oleh karena
itu Tun Megat, merasa sudah sepantasnya untuk
mengirim utusan ke Johor untuk meminta salah
seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi rajanya.
Setelah mufakat dengan Orang-orang Besar Pekantua,
maka dikirim utusan ke Johor, terdiri dari: Batin
Muncak Rantau (Orang Besar Nilo dan Napuh), Datuk
patih Jambuano (Orang Besar Delik dan Dayun), dan
Raja Bilang Bungsu (Orang Besar Pesisir Kampar). Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun
Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga
dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk
menjadi Raja Pekantua. Sekitar tahun 1590 M, Raja
Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Pekantua
Kampar dengan gelar “Maharaja Dinda” (1950-1630 M). Terhadap Johor, kedudukannya tetaplah sebagai Raja Muda Johor.
Sebab itu disebut juga “Raja Muda Johor di Pekantua Kampar ”. Tun Megat yang sebelumnya berkedudukan sebagai Raja Muda, oleh Raja
Abdurrahman dikukuhkan menjadi Mangkubumi,
mewarisi jabatan kakeknya Tun Perkasa. Raja Abdurrahman yang bergelar Maharaja Dinda itu
amatlah mencintai laut. Beliau mendirikan tempat
pembuatan kapal layar di Petatal dan Limbungan
(sekarang berada dalam wilayah Sungai Ara,
Kecamatan Bunut. Bandar dagang yang sebelumnya
berpusat di Bandar Nasi, dipindahkan ke Telawa Kandis. Selanjutnya beliau memindahkan pula pusat
kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua (Pematang
Tuo) ke Bandar Tolam (sekarang menjadi Desa Tolam,
Kecamatan Pelalawan). Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh
Puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja
Lela Utama (1630-1650 M), Tak lama kemudian beliau
mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja
Lela Bangsawan (1650-1675 M), yang selanjutnya
digantikan pula oleh puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Raja ini selanjutnya digantikan pula
oleh puteranya Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M).
Pada masa pemerintahannya, Tanjung Negeri banyak
diganggu oleh wabah penyakit yang banyak
membawa korban jia rakyatnya, namun para
pembesar belum mau memindahkan pusat kerajaan karena masih sangat baru. Akhirnya beliau mangkat
dan digantikan oleh puteranya Maharaja Muda Lela
(1691-1720 M), beliau segera memindahkan pusat
kerajaan dari Tanjung Negeri karena dianggap sial
akibat wabah penyakit menular yang menyebabkan
banyaknya rakyat menjadi korban, termasuk ayahandanya sendiri. Namun upaya itu belum
berhasil, karena masing-masing Orang Besar
Kerajaan memberikan pendapat yang berbeda. Pada
masa pemerintahannya juga, perdagangan dengan
Kuantan ditingkatkan melalui Sungai Nilo, setelah
mangkat, beliau digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa pemerintahannya
diperoleh kesepakatan untuk memindahkan pusat
kerajaan Pekantua Kampar ketempat yang oleh
nenek moyangnya sendiri, yakni “Maharaja Lela Utama” pernah dilalaukan (ditandai, dicadangkan) untuk menjadi pusat kerajaan, yaitu di Sungai Rasau,
salah satu anak Sungai Kampar jauh di hilir Sungai
Nilo. Sekitar tahun 1725 M, dilakukan upacara pemindahan
pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau.
Dalam upacara adat kerajaan itulah Maharaja Dinda II
mengumumkan bahwa dengan kepindahan itu, maka
nama kerajaan “PEKANTUA KAMPAR ”, diganti menjadi kerajaan ‘PELALAWAN ”, yang artinya tempat lalau-an atau tempat yang sudah
dicadangkan. Sejak itu, maka nama kerajaan
Pekantua tidak dipakai orang, digantikan dengan
nama Pelalawan saja sampai kerajaan itu berakhir
tahun 1946. Didalam upacara itu pula gelar beliau
yang semua Maharaja Dinda II disempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut
Maharaja lela Dipati. Setelah beliau mangkat,
digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu
(1750-1775 M), yang membuat kerajaan Pelalawan
semakin berkembang pesar, karena beliau membuka
hubungan perdagangan dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo dan Panduk.
Perdagangan dengan Petapahan (melalui hulu sungai
Rasau, Mempura, Kerinci). Perdangan dengan Kampar
Kanan dan Kampar Kiri (melalui sungai Kampar) dan
beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera.
Untuk memudahkan tukar menukar barang dagangan, penduduk membuat gudang yang dibuat
diatas air disebut bangsal rakit (bangsal rakit inilah
yang kemudian berkembang menjadi rumah-rumah
rakit, bahkan raja Pelalawan pun pernah membuat
istana rakit, disamping istana darat). Ramainya perdagangan di kawasan ini antara lain
disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor. Setelah
Sultan Mahmud Syah II (Marhum Mangkat Dijulang)
mangkat akibat dibunuh oleh Megat Sri Rama,
sehingga arus perdagangan beralih ke kawasan
pesisir Sumatera bagian timur dan tengah, terutama di sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Indragiri,
dan Rokan. Dalam waktu itulah Pelalawan
memanfaatkan bandar-bandar niaga untuk menjadi
pusat perdagangan antar wilayah di pesisir timur dan
tengah Sumatera. Sultan Mahmud Syah II yang mangkat dibunuh oleh
Laksemana Megat Sri Rama tidak berputera, maka
penggantinya diangkat Bendahara Tun Habib menjadi
Raja Johor yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat
Syah. Tak lama datang Raja Kecil Siak menuntut Tahta
Johor, karena beliau mengaku sebagai putera Sultan Mahmud Syah II dengan istrinya yang bernama Encik
Pong. (Catatan silsilah raja-raja Siak menyebutkan
bahwa ketika Sultan Mahmud Syah II mangkat, Raja
Kecil masih dalam kandungan bundanya, yang
sengaja diungsikan keluar dari Johor. Dalam pelarian
itulah beliau lahir, kemudian dibawa ke Jambi dan dibawa ke Pagarruyung. Disanalah beliau dididik dan
dibesarkan, sampai beliau turun kembali ke Johor
melalui Sungai Siak untuk mengambil tahta Johor yang
sudah diduduki oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah itu.
Mengenai Raja Kecil ini terdapat berbagai versi, ada
yang mengakuinya sebagai putera Sultan Mahmud dan ada yang menolaknya. Tetapi para pencatat
sejarah dan silsilah dikerajaan Siak dan Pelalawan
tetap mengakui bahwa beliau adalah putera Sultan
Mahmud Syah II. Raja kecil menduduki tahta Johor bergelar Sultan
Abdul Jalil Rahmad Syah. Tetapi kemudian terjadi pula
pertikaian dengan iparnya, Raja Sulaiman, putera
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pertikaian itu terus
berlanjut dengan peperangan berkepanjangan. Raja
Sulaiman akhirnya berhasil menduduki tahta Johor, dan bergelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah
dengan bantuan lima orang putera bangsawan Bugis
(1722-1760). Sedangkan Raja Kecil yang menduduki
tahta Johor sebelumnya (1717-1722 M)
mengundurkan dirinya ke Siak, kemudian membuat
negeri di Buatan. Inilah awal berdirinya kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Kecil memerintah Siak 1722-1746
M). Berlangsungnya kerusukan di Johor itu menyebabkan
Pelalawan melepaskan dirinya dari ikatan Johor,
apalagi berita yang sampai ke Pelalawan
mengatakan, yang memerintah di Kerajaan Johor
sekarang bukan lagi keturunan Sultan Alaudin Riayat
Syah, yang dulunya menjadi raja Pekantua Kampar. Pada masa Sultan Syarif Ali berkuasa di Siak
(1784-1811 M), beliau menuntut agar Kerajaan
Pelalawan mengakui Kerajaan Siak sebagai yang
“Dipertuan”, karena beliau adalah pewaris Raja Kecil, putera Sultan Mahmud Syah II Johor. Pelalawan
yang diperintah Maharaja Lela menolaknya. Maka
pada tahun 1797 dan 1798, kerajaan Siak menyerang
kerajaan Pelalawan. Serangan pertama yang dipimpin
oleh Said Syahabuddin dapat dipatahkan kerajaan
Pelalawan, namun serangan berikutnya yang dipimpin oleh Said Abdurrahman, adik Sultan Syarif Ali
dapat menaklukan kerajaan Pelalawan. Sultan Said
Abdurrahman melakukan ikatan persaudaraan yang
disebut “Begito” (pengakuan bersaudara dunia akhirat) dengan Maharaja Lela II, raja Pelalawan yang
dikalahkannya, karena merasa sama-sama
keturunan Johor, kemudian mengangkatnya menjadi
Orang Besar Kerajaan Pelalawan dengan gelar Datuk
Engku Raja Lela Putera. Said Abdurrahman kemudian
dinobatkan menjadi Raja Pelalawan dengan gelar Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822 M). Sejak
itu kerajaan Pelalawan diperintah oleh raja-raja
keturunan Said Abdurrahman, saudara kandung
Syarif Ali, Sultan Siak, sampai kepada raja Pelalawan
terakhir, raja-raja itu adalah:
1. Syarif Abdurrahman (1798 – 1822 M)
2. Syarif Hasyim (1822 – 1828 M)
3. Syarif Ismail (1828 – 1844 M)
4. Syarif Hamid (1844 – 1866 M)
5. Syarif Ja ’afar (1866 – 1872 M)
6. Syarif Abubakar (1872 – 1886 M)
7. Tengku Sontol Said Ali (1886 – 1892 M)
8. Syarif Hasyim II (1892 – 1930 M)
9. Tengku Said Osman (Pemangku Sultan) (1892 – 1930 M)
10. Syarif Harun (Tengku Said Harun) (1941 – 1946 M)

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda :