MAHASISWA DAN PERGERAKANNYA ...

Written By Mahyudin on Minggu, 21 November 2010 | 21.50


Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi seperti di daerah yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya demi memperjuangkan sebuah nilai.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional bahkan gerakan mahasiswa dalam sejarah perubahan peradaban dunia berkali-kali telah menorehkan tinta emasnya seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa karena gerakan mahasiswa yang ideal adalah gerakan mahasiswa yang memiliki nilai- nilai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan, berpihak pada kepentingan rakyat, aktivitas amal nyata, konsisten dan tidak terjebak pada kepentinga materi ( uang) dan kekuasaan.
Berbeda dengan partai politik yang berorientasi kekuasaan, gerakan mahasiswa memperjuangkan nilai (values) yang berkaitan dengan kehidupan mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subjektif mereka. Hal ini teraplikasi melalui aksi- aksi revolusioner dari yang bersifat lunak hingga sangat keras seperti pembuatan pamflet, penyebaran poster, pembuatan tulisan di media massa, diskusi-diskusi politik, lobi, dialog, petisi, mimbar bebas, pawai dikampus, aksi turun kejalan hingga mogok makan. Hal tersebut dilakukan bukan karena bukan pilihan karena mereka telah melihat sinyal adanya nilai- nilai “ suci” atau “ ideal” dan bahkan “universial’ yang tidak berpihak kepada rakyat.
Akan tetapi dewasa ini, dimanakah taring gerakan mahasiswa tersebut ? Gerakan mahasiswa ternyata ikut larut juga dalam kondisi sosial budaya masyarakat kita, mereka mulai tergerus dalam perjalanan zaman. Mereka lebih memilih untuk berada di zona nyaman mereka dari pada harus bersuara dalam aspirasi rakyat. Arah gerakan mahasiswa sudah tidak lagi berbicara konteks memperjuangkan kepentingan masyarakat tertindas, tetapi lebih berbicara apa yang dapat diuntungkan dari situasi yang sulit ini, bahkan mereka rela menggadaikan idealism mereka dengan mencari muka dipanggung politik atas nama rakyat (red: katanya). Gerakan mahasiswa juga sering terlalu berani dan lurus tanpa konsep yang matang, sehingga mudah sekali dibaca, dikendalikan, dan akhirnya dimanfaatkan gerakan kelompok yang berkepentingan.
Degradasi inilah yang menyebabkan kemerosotan daya pikir dan intelektual mahasiswa. Mereka enggan lagi berbicara tentang ide-ide cemerlang untuk solusi masalah daerah, apalagi mengorbankan jiwa mereka demi tegaknya nilai-nilai ideal. Padahal mahasiswa harusnya bersifat kritis, idealis, militan, progesive, dan revolusioner untuk mempertanyakan hal dari yang bersifat pinggiran ke masalah yang bersifat perubahan. Mahasiswa sebagai Social Control serta motor penggerak pembaharu seharusnya tetap peduli dan berpihak kepada masyarakat bawah karena sampai kapan pun mahasiswa dengan semangat intelektualitasnya akan tetap memegang peranan penting dalam mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah agar tetap memikirkan kebutuhan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, serta menjadi penjaga demokrasi bangsa Indonesia dengan pengorbanan ikhlasnya membela kepentingan rakyat…
Bangkitlah Mahasiswa !
GERAKAN mahasiswa dalam sejarah perubahan peradaban dunia berkali-kali telah menorehkan tinta emasnya. Dimulai pada awal abad ke-12 dengan berdirinya Universitas Bologna di Paris. Saat itu lebih dikenal dengan semboyan ‘Gaudeamus Igtiur, Juvenes Dum Sumus” (kita bergembira, selagi masih muda). Pergerakan mahasiswa senantiasa memberikan pencerahan baru dalam setiap sikapnya tak terkecuali di Indonesia, salah satu elemen yang turut membawa negara ini merdeka ialah kaum muda (baca: mahasiswa).
Peran mahasiswa pada angkatan 66, 74 dan 98 telah memberikan label The Agent of Social Control. Apalagi perjuangan mereka tidak lain adalah penyalur lidah masyarakat yang tertindas pada masa rezim tertentu. Kekuatan moral yang terbangun lebih disebabkan karena mahasiswa yang selalu bergerak secara aktif. Seperti dengan turun ke jalan demi berteriak menuntut keadilan dan pembelaan terhadap hak-hak wong cilik.
Namun seiring perjalanan waktu gerakan mahasiswa akhir-akhir ini seperti kehilangan gregetnya, aksi-aksi penentangan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat tidak lagi mampu mengundang simpati mereka. Bahkan rakyat cenderung beranggapan -- mahasiswa cuma bisa ngomong dan demo melulu. Apalagi ditemukan beberapa kasus demo bayaran. Terlebih dengan ulah mahasiswa pada saat Pilkada di beberapa daerah akhir-akhir tahun ini. Belum lagi perilaku-perilaku negatif kian marak dibawa sebagian mahasiswa ke dalam lingkungan sekitar kampus, sehingga dengan memukul rata rakyat semakin yakin akan ‘kemunafikan’ mahasiswa.
Faktor-faktor eksternal di atas semakin kompleks dengan permasalahan internal yang dihadapi oleh hampir semua organisasi pergerakan yaitu sepinya kader baru. Kader sebagai SDM organisasi memegang peranan vital menyangkut mati hidupnya organisasi. Hal ini disebabkan kebijakan pendidikan di Indonesia yang mulai berkiblat pada kapitalisme dan liberalisme. Pembatasan masa studi dan biaya SPP yang membumbung tinggi adalah bukti konkretnya. Sudah saatnya para aktivis pergerakan mengubah orientasi dengan menegedepankan nuansa gerakan intelektual (intellectual movement) selain gerakan masa dalam menuntaskan cita- cita yang diawali dengan ikrar sumpah pemuda.
Secara hakiki, gerakan mahasiswa adalah gerakan intelektual—jauh dari kekerasan dan daya juang radikalisme. Mengingat, gerakan ini bermuara dari kalangan akademis kampus— cenderung mengedapankan rasionalitas dalam menyikapi perbagai permasalahan.
By: mahyudin (PB FORKOMMAPEL)

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda :